Arsitek Jogja : Sayembara Ide Perencanaan dan Desain Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) Kawasan Cagar Budaya Kampung Batik Semarang


Sekitar bulan September tahun 2011 yang lalu, saya bersama teman-teman Magister Desain Kawasan Binaan UGM mengikuti sayembara desain kawasan di Semarang. Sayembara tersebut diselenggarakan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah. Ada dua sayembara yang diselenggarakan, dan kami mengikuti sayembara yang ke dua, yaitu Ide Perencanaan dan Desain Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) Kawasan Cagar Budaya Kampung Batik.

Segera setelah pertemuan pertama untuk mengetahui penjelasan dari panitia, kami langsung melakukan survey lokasi. Lokasi berada pada daerah Bunderan Babakan Semarang.

Gapura yang berada pada ujung jalan masuk Kampung Batik menyambut kami dengan mencolok. Tertulis “KP Batik” yang menggambarkan secara tegas memang kawasan tersebut sentra batik Semarang. Begitu pula ketika kami melewati gapura tersebut, terpajang Papan Nama yang dibuat oleh Pemerintah Kota Semarang bertuliskan “Sentra Batik Semarangan”. Ada sedikit hal yang mengganggu ketika kami melihat pembagian ruang jalan dengan lebar yang tidak sama ditambah posisi tiang listrik yang ada di tengah. Satu sisi bisa dilewati mobil, sedangkan sisi lainnya hanya cukup untuk sepeda motor.

Lebih masuk ke dalam lagi, kami menemui sebuah lapangan bulutangkis yang sering digunakan warga untuk berolahraga dan berinteraksi kesehariannya. Lapangan tersebut berada di depan beberapa toko batik, dimana warga menjajakan dagangannya.

Di sebelah lapangan bulutangkis tersebut terdapat sebuah rumah yang digunakan untuk pertemuan warga masyarakat. Dan disebelahnya terdapat workshop batik. Terlihat beberapa warga yang sedang membatik, baik laki-laki maupun perempuan. Di depan workshop tersebut, yang tepat berada diujung lapangan bulutangkis, terdapat sumur tua yang bersejarah. Saat ini sumur tersebut masih dpakai warga masyarakat. Sumur tersebut berada tepat didepan sebuah rumah yang merupakan rumah bersejarah dalam perjuangan rakyat Semarang pada masa penjajahan Belanda, yaitu pada waktu terjadi Perang Lima Hari.

Kemudian kami melakukan survey lebih ke dalam kawasan kampung. Diketahui ada beberapa jenis rumah yang dikategorikan berdasarkan tahun pembuatan yakni ; Rumah awal abad 20, Rumah tahun 50’an, rumah “jengky” tahun 60’an serta rumah modern yang memiliki 2 lantai atau lebih. Kami menyusuri “lengkong” atau gang yang menjadi sasaran utama desain kawasan ini dalam rangka menggiatkan kembali interaksi antar masyarakat yang semakin pudar. Kemudian kami menemukan sebuah bangunan dengan tulisan “Balai Batik Semarang” yang didalamnya terlihat seperti galeri sederhana yang menampilkan karya-karya batik Semarang.

Dari survey yang telah kami lakukan, kami membuat beberapa kerangka desain yang menjadi prioritas.

– menerapkan konsep yang diambil dari filosofi Batik Semarangan

– menghidupkan kembali kampung batik

– peningkatan ekonomi dan kesejahteraan warga

– peningkatan interaksi sosial warga masyarakat dalam berbagai kegiatan (ekonomi, pendidikan, budaya, maupun hiburan)

– citra dan karakter kawasan

Berangkat dari konsep “Spirit of Mbatik” dengan penekanan pada nilai filosofis “Sanctuary of batik Merak Semawis” kami membuat desain kawasan, yang kami rangkum dalam design report seperti dibawah :

Suasana sebelum dan pada saat presentasi…

Dan ALHAMDULILLAH…tim kami berhasil mendapatkan Juara II dalam Sayembara tersebut. Sebuah kegembiraan tersendiri bagi kami. Tim Kami adalah :

1. M. Sani Roychansyah, ST, M.Eng, D.Eng

2. Theresia Budi Jayanti, ST

3. Taufik Tinumbia, ST

4. Caesar Destria, ST

5. Bondan Prihastomo, ST

Dan setelah pulang dari penerimaan hadiah, kami mampir makan di suatu Resotran di Semarang… 🙂

Ada beberapa shoot foto yang menurut saya sedikit mempunyai cerita pada saat kami survey. Apa yang diceritakan? Silahkan berimajinasi sendiri… 😀

4 comments

    • Betul…salah satu tujuannya memang diarahkan untuk menjadi area wisata alternatif. Dengan adanya para wisatawan, diharapkan semakin memupuk semangat warga untuk lebih mengembangkan “spirit of mbatik” di kampung ini…

      Suka

  1. keren sekali…..
    dokumentasi kontekstual eksisting yang sudah ditampilkan pada awal tulisan ini sangat menyenangkan… saya menikmatinya bagaimana sebuah lingkungan ini sangat terbentuk oleh community dan cultural saling interaktif. Saya tertarik sekali dengan kasus yang dipilih, dan mungkin senang sekali bisa menemukan diangkatnya isu tradisional dan masyarakat berbudaya dalam kasus tersebut.

    Oh ya, saya lihat beberapa presentasi panelnya. Presentatif dan komunikatif sekali. Saya suka tim Anda memasukkan elemen urban furniture seperti signage dan gate yang sangat konteks budaya kawasan. saya menikmati beberapa detail design yang sangat komunikatif tersebut.

    Dan selamat…!! saya kagum tim Anda mendapatkan juara ke dua yah? salut sekali untuk karya dan kasus yang sudah kalian menangkan. Saya anggap Tim Anda pasti sangat bekerja keras untuk memenangkan karya tersebut.

    Selamat berkarya dan semoga bisa menemukan lagi karya lainnya yang luar biasa juga.
    Salam dari Jakarta.
    Widya @wiedesignarch

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.